Senin, 09 Agustus 2010

KEUTAMAAN ZUHUD

KEUTAMAAN ZUHUD

Sering diantara kita mendengarkan kata zuhud. Sering pula kita menyalah artikan ma'na zuhud tersebut. Lantas bagaimakah zuhud yang benar itu??Apa zuhud itu? Dinamakan zuhud apabila lebih yakin apa yang ada di sisi Allah daripada yang ada pada tangan manusia. Sebagaimana Abu Hazm pernah ditanya; “apakah kamu tidak takut faqir?” Ia menjawab; “bagaimana aku takut miskin sedangkan tuanku adalah pemilik segala kekayaan yang ada di langit dan bumi?”
Fudhail ibnu Iyadz berkata: “pondasi zuhud sebenarnya adalah ridho dan berlapang dada terhadap apa yang ditetapkan Allah, orang yang qona’ah dialah orang yang zuhud” Imam Ali ra berkata: “barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, maka akan terasa ringanlah segala perkara yang menimpa” Yunus bin Maisaroh berkata: “zuhud bukan berarti meninggalkan sama sekali apa yang halal dan bukan pula mengabaikan harta, tapi zuhud adalah berpaling dari sesuatu karena keremehan dan kehinaannya, serta ketidakpantasan untuk diperhatikan”.Ibnu Taimiyah berkata: “zuhud adalah meninggalkan perkataan maupun perbuatan yang tidak bermanfaat untuk akhirat”. Seperti; main kartu, catur, begadang untuk membunuh waktu, dan sejenisnya. Abu Bakar abu Zaid berkata: “zuhud adalah sikap qona’ah dengan apa yang halal dan mencegah dari yang haram dalam hal makanan, minuman, pakaian, perkatan dan perbuatan”.Zuhud bukan berarti meninggalkan urusan dunia secara total. Dan memilih hidup miskin sama sekali, sebagaimana yang dijalani sebagian kelompok sesat thoriqot sufiyyah. Yang mana hanya
sedikit makan, berpakaian compang-camping, hidup berkelana, anti bisnis, membatasi diri dengan urusan dunia dan mengebiri hidup, mengikuti seruan bid’ah pemimpinnya. Imam Ahmad ditanya: “apakah orang yang memiliki banyak harta itu bisa zuhud?” ia menjawab: “Bisa, apabila ia tidak lupa diri dan congkak jika hartanya bertambah, dan tidak muram manakala berkurang, maka dialah orang yang zuhud” Zuhud tidak harus melarat.
Meskipun ia seorang kaya, ia tetap bisa zuhud. Seperti apa yang dicontohkan nabi Sulaiman. Dia memiliki kerajaan Yaman, istrinya (Bulqis) memiliki kerajaan Saba’, seluruh kerajaan jin juga di tangannya. Namun nabi Sulaiman tetap zuhud. Juga sahabat Utsman yang membiayai 10.000 tentara pada perang jihad beserta unta, kuda dan perbekalannya, Mus’ab bin Umair, anak mahkota yang meninggal hanya memiliki sepotong kain kafan. Jika untuk menutup kepala maka terlihat kakinya, jika yang ditutup kaki maka terlihatlah kepalanya. Justru orang yang miskin ada yang tidak zuhud. Betul saja hidup miskin, tapi hari-harinya dipenuhi sakit hati, rasa iri, dengki dan serakah. Hari-harinya dihiasi perbuatan maling, menipu, riba, spekulasi dan sejenisnya. Sampai-sampai berprinsip; “cari yang haram saja susah, apalagi yang halal”. ‘iyaadzan billah.Zuhud adalah meninggalkan perbuatan yang kurang afdhol beralih kepada yang lebih afdhol. Misalnya; membaca Qur’an hukumnya sunnah, lantas datanglah tamu. Maka memuliakan tamu lebih utama bahkan wajib dari pada membaca al-Qur’an. Atau di saat menerima tamu, adzan sholat berkumandang, mana yang didahulukan? Memuliakan tamu wajib tapi menuanaikan sholat jama’ah lebih wajib. Maka tamu tadi diajak untuk berjama’ah bersama di masjid. Dan sebagainya.

PERUMPAMAN DUNIA
Dunia ini ibarat sebongkah es yang ada di bawah terik mentari. Ia akan terus meleleh dan pada
akhirnya musnah tak berbekas. Sedangkan akhirat ibarat batu permata yang tak akan hilang ditelan zaman. Dunia ini ibarat fatamorgana dan bayang-bayang semu. Dunia ini sangatlah menipu. Yang tidak memiliki hakekat kecuali kefanaan.
“Dan tidaklah kehidupan dunia ini kecuali kesenangan yang menipu” (QS. Al-Hadid: 21)
Dunia ini ibarat nenek tua yang berhias secantik-cantiknya, namun barangsiapa yang mabuk
dengannya maka dialah yang tertipu, sedangkan orang yang menikmatinya dialah yang akan
menyesal, ternyata; berakhir pada kesenangan yang teramat palsu.
Dunia ini selalu bergulir seiring dengan matahari yang terbit dan tenggelam setiap hari, berlangsung hingga hari kiyamat. Namun, apakah semua ini terjadi tanpa makna? Yakni manusia hidup dan mati, berbuat dan berkehidupan tanpa perhitungan dan berlalu begitu saja? Tidak.

ZUHUD; SIKAP MUSLIM TERHADAP DUNIA.
Dalam perjalanan waktu ini, manusia ada yang berdzikir dan ada pula yang lalai, ada yang taat, ada yang bejat, ada yang iman dan ada yang enggan beriman. Imam Mujahid berkata: “malam dan siangmu ibarat tamumu, maka perhatikanlah, apakah engkau tidak melayaninya dengan berbuat baik kepadanya atau justru kau sia-siakan dia, lalu ia pergi meninggalkanmu dengan kecewa?, setiap pagi yang datang selalu berkata:,wahai Anak Adam, aku adalah tamu yang selalu datang kepadamu, lihatlah apa yang kau perbuat padaku”. Dengan demikian, bagi orang yang paham tentu menggunakan masa hidupnya dalam kondisi taat kepada Allah, dan selalu bertaqwa kepada-Nya. Imam Mujahid selalu tampak taat dalam setiap waktunya, maka ditanya: “wahai saudara, coba berhentilah sejenak, saya ingin mengajakmu marilah kita bersantai-santai dahulu”, iapun menjawab: “coba kau hentikan dulu matahari” Zuhud adalah sikap adil terhadap dunia dan akhirat.
Sebagaimana Allah berfirman; “Dan carilah apa yang dikaruniakan Allah kepadamu untuk kehidupan akhirat, dan jangan lupa bagian kehidupanmu di dunia” (QS Al-Qoshos: 77)
Di era seperti sekarang ini, yang konon zaman serba sulit, maka ada baiknya untuk terus berusaha dan mencipta lapangan kerja. Ada istilah; jadilah pengusaha muda, dan jangan jadi pencari kerja barangkali ada baiknya untuk melaksanakan ayat di atas. Sebagaimana pula perintah nabi untuk rajin bekerja;
“Salah seorang di antara kamu membawa tali dan mencari kayu bakar di hutan, lalu dipikul dengan punggungnya, dan dijual maka dengannya Allah mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya adalah lebih baik dari pada meminta-minta manusia, yang kadang-kadang memberi kadang-kadang tidak” (HR. Bukhori)
Tidak termasuk zuhud meninggalkan harta yang halal, menyia-nyiakan dan menghambur-
hamburkan. Tetapi hakikat zuhud adalah memaknai akan hakekat hinanya dunia ini. Dunia ini ada di genggaman tangannya bukan di hatinya. Diberinya rizqi berlimpah tidaklah membuat ia congkak, tidak diberi limpahan rizqi ia tetap sabar. Ia menyikapi dunia sebagai medium, bukan puncak tujuan. Sebab dunia ini sama persis dengan bangkai anak kambing kudisan, cacat, murahan, dan busuk.
Sebagaimana sabda Nabi;
Dari Jabir berkata, pernah rosulullah melewati pasar bersama sahabatnya, ia menemukan bangkai anak kambing yang telinganya sobek, lalu mengambilnya dan berkata: “siapa di anatara kalian yang mau membeli bangkai ini 1 dirham?” sahabat berkata: “apa yang bisa aku perbuat dengan bangkai tersebut ya rosulullah?, Rosulullah berkata: “apakah kalian mau memilikinya?” sahabat: demi Allah, kalau hidup saja kami tidak mau karena ia cacat, apalagi mati ya rosulullah!” nabi berkata: “demi Allah, sungguh dunia ini lebih hina di sisi Allah dari pada bangkai ini atas kalian” (Hr. Muslim).

Sikap seorang muslim terhadap dunia adalah zuhud. Hal ini sangat berbeda 180° dengan orang
kafir. Jika seorang muslim diberi rizqi, ia bersyukur, maka hal itu bahagia, jika terkena musibah ia bersabar, jika ekonominya pas-pasan ia qona’ah penuh harapan, maka demikian itu bahagia. Jika pernah melakukan dosa, ia segera istighfar dan bertaubat, maka hal itu bahagia. Berbeda dengan si kafir, jika mendapat dunia ia sombong dan berbangga diri. Giliran hartanya hilang, ia sedih bukan kepalang, meratap luar biasa, putus asa, sedih, stress, bahkan bunuh diri.

TINGKATAN ZUHUD
Yang pertama; seorang hamba meyakini apa yang di sisi Allah lebih ia yakini daripada apa yang di tangan manusia. Misalnya dalam masalah rejeki. Banyak orang yang gamang tentangnya, paranoid akan masa depan rejeki, khawatir dan ruwet menyikapinya. Atau tidak bersabar dengan harta yang sedikit, akhirnya diterapkanlah jurus-jurus menghalalkan segala cara. Padahal tidak perlu apa namanya mencuri, korupsi, dan ngawurisasi. Tidak perlu. Karena jelas keharamannya.
Karena Allah sudah jamin kepada siapa saja, kapan saja, bahwa;
“Dan tiada satupun dari binatang melata di bumi melainkan Allah lah yang menjamin rejekinya” ( QS. Huud:10)

Kalau ada orang yang gara-gara di-PHK lalu bunuh diri, berarti dia kalah dengan burung pipit.
Burung yang tak punya akal saja tidak sampai demikian. Semut yang tidak berpendidikan apalagi
skill saja, tetap eksis. Tapi syaratnya berusaha dulu, terbang dari sarang mencari rejeki yang halal kian kemari.

Yang kedua, seorang hamba jika terkena musibah, seperti kematian anak, sakit, kehilangan dan
sejenisnya, lebih ia harapkan gantinya di sisi Allah dari pada harapannya di tangan manusia. Di
zaman Imam Ahmad (164-264 H), pernah sesorang yang tanpa bekal uang nekat naik hajji.
Mengetahui hal itu Imam Ahmad bertanya; mengapa kamu demikian. Ia menjawab: aku zuhud dan tawakkal kepada Allah. Imam Ahmad menjawab; “tidak!, kamu justru bertawakkal kepada isi ranjang manusia!

Tingkat ketiga, apabila seorang hamba dihina atau disanjung orang lain, ia merasa hal itu sama saja. Tidak mengurangi atau menambah istiqomahnya dalam ketaatan. Berbeda sikap orang yang tidak zuhud. Jika dipuji ia menjadi bangga dan riya’, jika terhina langsung mendidih darahnya, atau berubah tidak taat.

KHOTIMAH
Orang yang zuhud akan selalu berhati-hati dengan fitnah dunia. Takut serakah kepadanya
sebagaimana anjing yang saling berebut tulang. Rosulullah bersabda;
“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah akan menjadikanmu kholifah di dunia, maka Allah akan melihat apa yang kalian kerjakan, maka takutlah kalian akan (fitnah) dunia dan wanita” (Hr. Muslim).
Dari Mustaurid ibnu Syidad berkata; rosulullah bersabda:

“Tidaklah dunia ini dibandingkan akhirat kecuali seperti salah seorang kalian yang mencelupkan satu jemarinya di laut, maka lihatlah seberapa yang kembali” (Hr. Muslim).
Imam Hasan al-Bashri berkata: “aku bertemu dengan beberapa kaum dari umat Muhammad,
mereka tidak pernah berbangga-bangga dengan melimpahnya dunia, pun juga tidak berduka cita
dengan kepergiannya, bagi mereka seakan-akan sama saja antara emas dan debu”Ia pun berkata: mereka selama bertahun-tahun ada yang tidak pernah membeli pakaian baru, asap dapur yang jarang mengepul, tidak menaiki tunggangan, dan tidak pula memesan makanan. Jika malam tiba kerinduannya hanya munajat, menyungkurkan wajah-wajah mereka sujud ke permukaan tanah dengan berlinangan air mata.

SUMBER:BLOGKU SORGAKU

Tidak ada komentar :

Posting Komentar